Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahun Baru, Tuhan Baru, Kegembiraan dan Keegosian Manusia Dalam Satu Waktu

 Tahun Baru, Tuhan Baru

Tahun Baru, Tuhan Baru, Kegembiraan dan Keegosian Manusia Dalam Satu Waktu

Tahun baru kali ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun baru sebelumnya, ada cahaya-cahaya kembang api yang memancar dan meledak di langit malam, ada terompet-terompet yang memekakkan telinga, ada lonceng-lonceng yang bergema, ada suara musik dangdut yang diputar keras, dalam malam tahun baru, segala riuh dan ramai bercampur menjadi satu.

Social media yang kukunjungi juga tidak jauh berbeda, semua dipenuhi dengan postingan-postingan harapan untuk tahun kedepannya, beberapa hanya memposting hal-hal sepele seperti tahun baru kali ini hanya dirumah, dan beberapa yang lain memposting akan liburan kemana.

Akan tetapi kali ini mungkin aku akan menyinggung bagaimana kita sebagai manusia selalu mengorbankan banyak hal untuk keegoisan kita, atau mungkin secara tidak sengaja sedang bertuhan kepada entitas yang lain ketika malam tahun baru sedang terjadi. Namun terlepas dari semua itu, tulisan ini hanya pemikiranku belaka, anda bisa mencernanya dan menjadi santapan anda dalam menyambut tahun baru nanti, atau jika anda tidak suka, anda bisa menskipnya dan menikmati video atau curhatan-curhatan orang lain saat menjelang pergantian tahun.

Jadi daripada anda kehabisan untuk membaca orientasinya, lebih baik kita mulai dan mari kita merenung sejenak, apakah tahun baru sejatinya harus dirayakan seperti ini?


Tahun Baru, Kegembiraan dan Keegoisan Manusia

Tahun baru sudah pasti dirayakan dengan sejuta kegembiraan umat manusia, hal yang bisa kita lihat dengan bagaimana manusia merayakannya. Jika anda memiliki waktu dan memandang gelapnya langit, anda akan melihat kembang api bermekaran tiada henti, jika anda menuju jalan raya, anda akan mendengar suara motor yang keras betul berpadu dengan suara-suara terompet yang dibunyikan dengan begitu kerasnya.

Alih-alih melambangkan sukacita, sebenarnya hal itu melambangakan keegoisan kita sebagai manusia. Kegembiraan kita tidak pernah menghasilkan hal-hal positif melainkan hal yang negatif, kembang api yang melambangkan harap kepada tahun baru yang akan datang sebenarnya malah menjadikan bumi kita semakin sakit dan mendekati kiamat. Kita tidak pernah tahu secara pasti berapa ribu maupun berapa juta kembang api yang dilempar dari Bumi ke langit pada malam ini, sembari berharap tahun esok akan lebih baik lagi namun lupa dengan kembang api yang kita lempar ke langit sebenarnya menciptakan polusi, mengurangi lapisan ozon, dan tentunya, mengundang perubahan iklim yang semakin ekstrim. Namun lucunya, kita masih mengharapkan tahun besok akan lebih baik lagi, setelah kita menghancurkan alam yang kita tumpangi di malam ini.

Egois? Sangat egois, diibaratkan anda membeli cermin dan memecahkannya dengan palu, kemudian mengatakan kepada cermin tersebut bahwa anda bisa bercermin dengan baik dengannya. Atau ketika anda membuang limbah ke lautan maupun sungai dan berharap ikan disana masih layak di konsumsi.

Belum lagi pada malam ini kita akan mulai meniup terompet dengan keras, berteriak sorak-sorai di jalanan, beberapa menenggak minuman keras, menari-nari diantara dentuman suara dangdut. Namun pada kegembiraan itu, dengan segala keegoisan kita, pernahkah sekali terpikirkan oleh kita bahwasanya ada orang-orang sakit yang sedang tidur? Ada bayi-bayi yang sedang terlelap, ada orang-orang yang membutuhkan ketenangan di malam hari ini, entah mungkin karena besok ia bekerja, atau mungkin entah karena ia mengalami hari yang berat hari ini.

Namun seperti biasa, minoritas akan selalu kalah oleh mayoritas. Menceramahi bahaya merokok kepada orang yang merokok akan selalu dilawan balik dengan statement bahwa rokok adalah kebutuhan mereka, bukan keinginan. Padahal kecanduan merokok terjadi karena ada zat adiktif pada rokok dan membuat mereka ketergantungan.

Keegoisan kita sebagai manusia tidak pernah selesai ceritanya, dan malam ini semua keegoisan itu menjelma satu kekuatan dan meluhlulantahkan dunia. Alam maupun sosial sebenarnya sama-sama dirusak pada malam hari ini, namun kita saja yang melabeli itu semua dengan dalih kegembiraan. Padahal malam tahun baru sejatinya menjadi perenungan dan malam intropeksi diri agar kedepannya kita bisa menjadi lebih baik, namun malam ini, segala ketenangan itu menjelma polusi udara dan polusi suara dalam waktu yang bersamaan.

Namun sekali lagi, sayangnya kita adalah minoritas, apa yang saya suarakan pada malam ini juga mana mungkin bisa terdengar diantara riuh motor, suara dangdut, suara kembang api, lonceng, dan tawa secara bersamaan. Suara saya terlalu sumbang dan malah hilang dibalik malam, sementara di langit, kembang api menggigit lapisan ozon dengan harapan dan doa-doa manusia agar tahun besok bisa menjadi lebih baik lagi.


Islam dan Tuhan Yang Berganti Pada Malam Tahun Baru Ini

Adakah entitas lain yang kita sembah selain Tuhan Yang Maha Esa? Namun tulisan ini ditujukan kepada kaum Muslim saja, sementara agama lain bisa menjadikan tulisan saya ini sebagai cuap-cuap belaka.

Dan sekali lagi saya bertanya? Adakah entitas lain yang kita sembah selain Tuhan Yang Maha Esa? Allah SWT? dan jika saya menanyakan hal ini kepada para Muslimin, tentu mereka akan menjawab tidak ada sebab mereka percaya bahwa Islam adalah agama monoteis dan mengajarkan ketauhidan. Menyembah apapun selain Tuhan Yang Maha Esa adalah bentuk dari sebuah kesyirikan.

Lalu jika saya bertanya lebih mendalam, apakah praktik penyembahan terhadap agama lain bisa dilakukan oleh umat Islam? Misalnya melakukan sesajen kepada patung dan ritual-ritual penyembahan lainnya, apakah semua itu diperbolehkan?

Dan tentu jawaban dari tiap individu berbeda, ada yang akan mengatakan bahwasanya hal itu tidak bisa dilakukan karena merupakan sebuah bentuk kesyirikan, namun ada juga yang tentu akan memperbolehkan karena akan membawa dalil; semua tergantung pada niatnya.

Namun malam tahun baru ini, semua bentuk ritual penyembahan dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang notabenenya mayoritas Muslim, misalkan saja meniup terompet adalah ritual penyembahan orang Yahudi untuk memanggil orang-orang untuk menyembah, bunyi-bunyi lonceng merupakan bentuk panggilan orang-orang Kristen untuk jemaatnya ketika beribadah, sementara api adalah ritual pemanggilan jemaat yang dilakukan agama Majusi untuk memanggil jemaatnya untuk menyembah api.

Dan dalam malam tahun baru, segala hal itu terbentuk menjadi satu rupa. Api dilontarkan dilangit, lonceng dibunyikan, terompet ditiup keras, yang sebenarnya merupakan ritual agama-agama berbeda dalam memanggil jemaatnya. Akan tetapi dalam kegembiraan yang memenuhi jiwa, acapkali kita tidak sadar akan hal itu dan malah melupakannya. 

Saya sebenarnya mempertanyakan apakah hal ini diperbolehkan, apakah ini adalah bentuk kemusyrikan, atau mungkin, apakah ini sebenarnya diperbolehkan karena ‘segala amal ibadah tergantung pada niatnya’ atau mungkin, ini juga suatu bentuk toleransi?

Entahlah, bahkan masih jadi perdebatan juga apakah masyarakat Muslim boleh merayakan tahun baru yang notabenenya adalah milik orang Nasrani. Namun demikian, kita bisa menjadikan hal ini sebagai perenungan dan ajakan untuk diskusi, dan semoga, kebenaran dari segala sudut pandang bisa tercipta untuk mencari titik tengahnya.


Catatan Akhir:

Sebagai masyarakat sebenarnya saya mengeluhkan adanya tembakan kembang api di udara dengan harapan tahun esok akan lebih baik, saya lebih menyukai bahwa tahun baru merupakan sebuah perayaan agar kita bisa merenung akan tahun ini, sekaligus muhasabah dan introspeksi terhadap diri sendiri hingga pada tahun yang akan datang, kita bisa menjelma lebih baik, tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan tentunya, memiliki arah dan tujuan hidup yang lebih jelas.


Baca Juga : Ambulans Zig-Zag, Permasalahan Masyarakat Miskin Dengan Rumah Sakit Di Indonesia

Baca Juga : Dari Mark Manson Ke Jalaludin Rumi, Dari Buku Bersikap Bodo Amat ke Kitab Fihi Ma Fihi



Posting Komentar untuk "Tahun Baru, Tuhan Baru, Kegembiraan dan Keegosian Manusia Dalam Satu Waktu"