Santri Killer Part IV : Jasanda
Jasanda
Breaking
News! Berita itu meledak seperti nuklir. Menjadi perbincangan disana sini.
Didapur, di berugak, didalam kelas, dikamar, di kamar mandi. Perbincangan akan
kematian Edwin menjadikan teori teori bermunculan seperti udara. Tak terhitung
jumlahnya. Beberapa santri menjadi waspada. Rumor, akan ditambah piket malam
yang berjaga dan waktu tidur dipercepat 30 menit. Setidaknya, ini berlaku
sampai kondisi aman kembali dan segalanya kembali stabil. Bahkan bagian keamanan juga
dibelikan senter yang terangnya bisa menembus awan. Lampu sorot. Musim hujan
bulan ini diperkirakan akan terjadi hujan besar-besaran.
Siapapun
pelaku pembunuhan ini. Sudah jelas ia dikutuk mati-matian. Orangtua Edwin menangis seperti orang
kesurupan. Tak bisa pondok disalahkan. Karna sudah jelas. Edwin melanggar
peraturan yang telah tersedia, Edwin atau pondok, bukan hal yang bisa disalahkan untuk saat ini, yang
dicari seharusnya bukan kesalahan, namun pelakunya.
Dan
dibalik itu semua. Andar menjadi tersangka utama karna kini teman temannya
memandangnya dengan sebelah mata. Andar adalah teman dekatnya Edwin. Dan hanya
Andar yang tahu sifat-sifat Edwin. Selain itu,
yang jadi tersangka adalah Tony. Namun semua ditepis karna Tony telah dikenal
baik. Tapi itu tak
membuat Tony lolos dari perhatian, semua yang berdekatan dengan Edwin langsung
dicari dan diperhatikan baik-baik.
“saya
bukan pelakunya!”teriak Andar kepada Jasanda saat ditanya. Suaranya mendengung
keras seperti lebah.
“aku
tak menuduhmu, nak, aku hanya bertanya. Apa yang kamu lakukan diatas dapur
bersama Tony? Ini laporan dari teman temanmu. Edwin mati lima belas menit
setelah itu”
“lalu
mengapa saya yang ditanya? Mengapa nggak Tony”
“dia
sudah diinterogasi dan jawabannya valid. Dia tidak berbohong. Setelah dia
turun. Dia langsung masuk kekamarnya di asrama Madinah.
Teman temannya juga membenarkan. Hanya
kamu yang diatas dapur saat itu. Sendirian”
“tapi
Edwin mati dikelas!”
“ya,
tapi kamu memiliki lima menit untuk kesana dan melakukan hal itu, nak. Saat
ini, kamu adalah tersangka utama. Suka atau tidaknya kamu aku tak peduli. Namun
satu nasehat yang ingin aku ucapkan padamu. Tak ada bangkai yang tak tercium.
Tak ada kejahatan yang tak akan ditemukan. Kita hanya membutuhkan waktu.
Terlepas kamu pelakunya atau bukan. Kita akan melihatnya besok. Kamu mungkin
bisa menghindar. Tapi kamu tak akan bisa bersembunyi dari
takdirmu”
“saya
nggak butuh kata-kata mutiara, saya mendapatkan banyak di
mahpuzot!
Dihafalin!”
“kalau
begitu. Aku ingin menanyaimu satu hal. Apa yang terjadi tiga tahun lalu? Di hutan itu saat kemah?”
Andar menatap Jasanda.
“ada yang mati”
Lllll
Disebuah
bangunan paling tua yang berupa musholla. Duduk melingkarlah anak anak dengan
baju takwa bersama sarung yang dililit sabuk hitam. Arief Pangestu, anak dengan
tubuh yang paling besar mengunyah keripik ubi dengan lahap. Yazid, anak dengan kulit coklat yang memiliki kemampuan mengakses dunia maya namun
paling manja. Ikut memakan disampingnya.
GPS.
Nama grup tersebut, seringkali dipanggil geng puasa sunnah karna disana anak
anak rajin berkumpul untuk melakukan ritual menahan lapar, tepatnya, setiap
hari senin dan kamis. Markas mereka di musholla, selain nyaman, mereka bisa
membaca buku atau membeli makanan bila bosan. Dan kini, mereka berkumpul
bersama.
“tahumu?
Ditusuk lehernya pake jangka”ujar Umar memberitahu hal yang sudah diketahui
teman-temannya dengan bangga. Umar adalah
kalkulator berjalan yang kemampuan matematikanya melebihi siapapun diantara
mereka. lawan bersandingnya adalah Febry Surya. Namun sayangnya, sifatnya
semenyebalkan pelajaran itu.
“ya
kami tahu itu Umar”tegas si Febry”tapi masalahnya sekarang, siapa yang jadi
tersangka utama?”
“sudah
jelas”Adiya menyambut cepat”Andar”
“kita
nggak bisa menuduhnya begitu saja”bilang si Febry Husnudzan”walau Andar anak yang nakal dan paling sering dibotak.
Tapi tak mungkin ia melakukan itu kepada temennya sendiri, nggak mungkin”
“bagaimana
dengan Tony?”Tanya Azis
“sangat
nggak mungkin. dia berprestasi, pinter, baik. Nggak mungkin anak kayak dia yang
ngelakuin hal ini”bantah Adiya
“dari
novel yang saya baca, yang paling nggak dicurigai adalah yang baik. Namun dia
pelakunya. Karna biasanya, orang yang baik, belum tentu baik, dalam novel, orang
pendiam adalah orang yang memendam segalanya sendirian. Kalau ia pendem
kebencian. Maka dia bisa jadi seorang psikopat”
“psikopat?”tanya
Adiya
“ya,
psikopat. Orang yang suka lihat orang lain menderita, udah nonton film Batman?
Disana, Joker adalah psikopat. Intinya, psikopat adalah orang yang punya
kelainan didalam dirinya. Suka melihat orang kesakitan. Bahkan, suka membunuh
dengan sadis”
Adiya
berjengit tak suka”jadi Tony adalah pelakunya?”
“bisa
jadi iya, bisa jadi bukan. Yang jelas, kita tak bisa menuduh tanpa bukti yang
jelas. Siapapun pembunuhnya, dimanapun ia sekarang. Kita akan cari tahu sebisa
kita. Sisanya, polisi pasti lebih tahu tentang hal seperti ini”
“polisi
nggak pernah tahu gimana santri, ziz”tegur Yazid
“ya”sambut
Arief, anak dengan tubuh yang paling gendut”polisi nggak pernah hadapin yang
kayak gini, kecuali dia pernah mondok. Polisi nggak tahu apa itu gosop, syubhat, semut gajah atau bondet.
Gimana dia bisa tahu siapa pelakunya?”
“tapi, itu jika pembunuhnya adalah santri. Gimana kalau
bukan?”Febry bersikukuh percaya kalau santri bukan pembunuhnya.
“kalau
gitu siapa lagi?”tanya Arief balik
“sudahlah guys, cukup. Anzuru, tahu kronologi ceritanya?”tanya Adiya
“yang
aku dengar sih. Edwin meninggal kayak melihat sesuatu yang serem. Mukanya kayak
terkejut gitu. Mulutnya nganga. Polisi bilang, ia seperti nglihat hantu”
“hantu?”
Anzuru
mengangguk
“hantu
pelakunya? Gak mungkin”bilang Arief
“mungkin,
kalau antum percaya akan novel-novel” jelas Azis mendebat
“aku
nggak percaya”bilang Adiya
“apalagi
aku”terus Umar
Ferbry
hanya diam tak membalas, begitu juga dengan Yazid dan Anzuru.
“Kini,
teori baru muncul; Apakah benar pembunuhnya adalah hantu? Jika itu terjadi,
maka, salah satu diantara mereka pasti pernah membunuh, setidaknya satu orang.
dan hantu itu mau balas dendam. Tapi jika tidak. Maka berarti kita balik ke
teori yang ada. Pelakunya adalah santri, atau orang luar”Azis mencoba menakuti namun
tak ada yang takut
“kenapa
kira kira dia terkejut?”tanya Adiya memancing teori sekaligus membuang rasa takut
“hmmm...jadi,
saat itu gerimis. Jadi Edwin ingat kalau jemurannya belum diangkat.
Terus...dibunuh deh”
“Azis,
nggak usah main main”tegur Adiya” tapi, gimana
kalau pelakunya benar benar hantu?”
“nggak
mungkin!” timpal si Anzuru langsung tanpa titik dua
“menurut
saya ya”kata si Azis menyopan”hantu nggak akan perlu make jangka untuk
ngebunuh. Biasanya dia kan mencekik sampe mati, itu di film film”
“film bisa dibuat buat zis, masa kamu percaya sama
film?”Umar, si otak matematika bertanya dengan nada meremehkan namun Azis nggak
menggubris.
“kalo
hantunya pocong?”tanya Yazid
“Maka
Edwin akan disleding terus kepalanya retak dan isinya keluar!”
“Azis”
Adiya menatap lelaki itu dengan tatapan khasnya sedangkan Azis hanya tertawa.
Namun waktu bergerak sementara mereka belum mendapatkan petunjuk satupun.
Seolah waktu bergerak begitu cepat sampai mereka harus bubar setelah sebuah
suara berdentang menggema. Jaros dipukul. Suaranya mengencang ditelinga.
“nah, jaros, ayo kita mandi di Sholahudin”bilang Yazid
“bak’daka ya”sambut Azis
“zis, bak’daka” ujar Adiya
Ba’daka adalah sebuah kata yang berarti setelahmu,
berguna sekali agar nggak ngantri. Sementara mereka bubar, Adiya memanggil Azis
dan mereka berhadapan.
“Zis, menurut antum?”
“bukan anak pondok, nggak mungkin”
“kalo anak pondok?”
“akan ada lagi yang mati”
Lllll
Sandy berjalan dengan pelan, dibawanya belati itu
didalam tas sendalnya. Untung tadi malam ia lolos dari pemeriksaan, ia
bsersukur akan hal itu karna belati itu sangat berguna, apalagi utnuk mengiris sesuatu. Buah contohnya. Ia
berjalan menuju resto, dibukanya tas sendalnya dan dibawa belatinya menuju
sebuah meja dimana ada Juna disana.
“untung belatimu selamat”kata Juna, meminum air pop
ice dan menggigit es batunya
“ya, aku lempar lewat ventilasi, tak ada yang tahu”
“kapan kita bolos lagi? Belati itu selamatin kita
berkali-kali saat bolos”
“ya, aku tahu, tapi kalau kita bolos saat ini akan
sangat sulit, kemanan ada dimana-mana, apalagi bolis, ini semua gara-gara
Edwin, kenapa anak itu sering sendirian di kelas, sekarang kita yang kena
dampaknya”
“rokokku disita’ tadi malam, aku nggak sempat
sembunyiin”
“nggak apa-apa, kalo nggak salah ada tiga bungkus
rokok yang disita’, lima sound, dua laptop dan tiga HP. Hape dan sound langsung
dihancurin, Laptop diambil bagian IT, dibawa ke Lab”
“aku tahu, kalo di rayon Madinah ada dua belas batang
rokok, tiga sound, dan entah, aku lupa berapa yang lain, tapi nggak ada HP,
mungkin kalo nggak salah ada satu laptop, yang jelas, yang dicari polisi kan
benda tajam, nggak ada yang ditemu’in”
“sebenarnya yang dicari itu jangka, tapi tahulah, anak
pondok mana mau pake jangka, kecuali bagian kesenian, tapi nggak mungkin Edwin
bermasalah sampe segitunya sama bagian kesenian, pasti ada yang bawa jangka,
terus dibuang”
“kenapa pake jangka? Kan ada pisau, atau silet, banyak
yang dipake selain jangka”
“nggak tahulah, aku mau beli buah apel dulu, duluan”
“oke”Juna meminum esnya lagi”dipandangnya sekitar, tak
ada Andar disana, Andar pasti jadi bahan pembicaraan dimana-mana, setidaknya,
itu yang ia tahu. Juna menatap Sandy, tepatnya, menatap belati itu. Memang
bukan belati yang digunakan pemunuh itu. Tapi bukankah belati bisa membuat
lubang yang sama? Ah nggak mungkin Sandy pelakunya. Pikir Juna sembari
menggigit es batu yang masih tersisa. Apa mungkin Andar? Atau Tony? Atau Geo?
Banyak yang dia jadikan sangkaan tapi tak ada bukti yang jelas yang ia miliki.
Juna menyesap untuk terakhir kalinya pop ice yang ia beli sembari menatap belati
yang ada disaku celana Sandy. Juna mengingat-ingat apakah belati itu adalah
belati yang sama dengan yang diapakai Sandy saat kemah dulu. Tapi ia tak
peduli, sementara Sandy datang membawa buahnya, dihadapan Juna, apel itu
dikupasnya, namun Juna tak bisa mengalihkan pandangannya dari belati itu.
“ada apa?”tanya Sandy merasa diperhatikan
“nggak, nggak ada”
Belati itu, dalam ingatan Juna adalah belati tiga
tahun lalu. Belati yang menjadi bukti kalau noda kotor telah tertlis dalam
kehidupan kawan-kawannya. Noda itu adalah cerita kalau semua memiliki akhir.
Begitu juga nyawa.
Posting Komentar untuk "Santri Killer Part IV : Jasanda"