Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Santri Killer Part III : Breaking News!

 Breaking News!



Jadi ada yang mati?

Ada santri yang meninggal?

Apa?! Santri meninggal?!

Pertanyaan itu terlontar disini-sana, meledak laksana supernova dan menjadi breaking news dimana mana. Malam itu polisi datang dengan mobilnya yang mengaum-ngaum. Santri yang telah tertidur membuka mata dengan terpaksa. ingin tahu. Apakah ada Razia narkotika? Begitulah santri bertanya tanya.

Namun bukan itu masalahnya.

Orang orang bergerombolan datang, polisi masuk ruangan dengan badan Forensik sembari memeriksa. Ugh! Sunguh kejam pelakunya, berani membunuh orang yang tidak berdaya. Didepan mereka kini ada anak dengan luka yang tak main-main bentuknya. Sementara itu, suasana sunyi senyap, hanya ada jepretan kamera membuat data.

Malam itu sebenarnya riuh namun bagian Keamanan beserta ustad yang ada menenangkan semua santri. tempat kejadian harus dinetralisir dan diperiksa sebelum ada perubahan yang membuat bukti rusak, apalagi menghilang.

“namanya Edwin Aprilian, siswa kelas 2 KMI”lapor sekretaris Inspektur Jasanda diantara cahaya potret kamera yang mencari segala barang bukti yang ada”laporan badan Forensik mengatakan ia meninggal jam dua belas malam lebih tiga puluh menit, yang berarti, anak itu dibunuh tiga puluh menit sesudah acara Pentas Seni”

Inspektur Mada mengangguk angguk”ada keterangan lain?”

“pak...kalau boleh saya memberi pendapat...ini terlalu kejam untuk anak seusianya”

“Ada keterangan lain?”ulangnya

“dia meninggal dengan wajah ketakutan, seolah dia melihat hantu, pak. Dan diperkirakan sebab kematiannya....seseorang menusukkan jangka ketengkuk kepalanya sehingga saraf penting dibelakang tengkuknya terputus. Tak ada barang bukti pembunuh yang ditemukan, tak ada sidik jari selain milik Edwin”

“begitu?”

“ya, pak”

“ada keterangan lain?”

“Edwin meninggal ketika ia sedang menulis agenda dengan wajah penuh ketakutan. Ia anak pramuka dan 60% tulisan agendanya adalah sandi sandi pramuka. Ada beberapa gambar yang ia buat, salah satunya adalah gambar burung hitam bermata putih. Sedangkan, ia juga membuat sajak-sajak dengan sandi-sandi yang ada. tulisan tulisan yang ia buat menceritakan tentang dirinya sehari hari, temannya, juga puisi”

“puisi?”

“ya, pak. Puisi itu berjudul kenangan. Ditulis dengan sandi rumput. Dan sepertinya, dari sekian barang bukti korban. Hanya puisi ini dan beberapa catatan yang menyangkut kematiannya”

Inspektur Mada membuka buku agenda yang diberikan Jasanda. Beberapa bagian terkena darah namun masih bisa dibaca oleh inspektur berwajah keras itu. Matanya menatap sandi sandi pramuka yang ada. Dalam hatinya, ia membaca.

hantu lama telah kembali

Tak ada fajar, tak ada mentari

Kenangan baru menunggu

Kenangan lama menyiksaku

Jangan ada lagi yang pergi

Karna yang pergi tak akan kembali

Lelaki berumur 36 tahun itu memberikan agenda kepada Jasanda lalu berjalan keluar untuk menemui ustad Thoyibi yang menunggu instruksi. Dikejauhan, nampak santri sedang diberdirikan untuk di absen setelah lonceng dipukul empat kali secara mendadak.

“ustad”kata Mada ramah mun tegas”harus ada pemeriksaan lemari malam ini, dan kami ikut memeriksa”

“siap”jawabnya tegas lalu menoleh kepada bagian keamanan yang telah berdiri gagah dibelakanganya.

“ADAKAN PEMERIKSAAN LEMARI! SEKARANG!”

Lllll

“bener ada yang mati?”Arief menyenggol tubuh Anzuru yang dua kali lebih kecil dari miliknya. Berbisik. Sedangkan yang disenggol mengatur napas pelan karna anak itu memang anak premature. Dikumpulkan jam satu malam adalah hal yang berat bagi anak sepertinya karna bisa menyebabkan sesak napas berkepanjangan.

“ya, berapa kali aku bangunin kamu, tapi kamu kayak batu!”Yazid Jaisy. Teman seangkatan Arief lebih dulu memberikan keterangan daripada Anzuru.

“masa?”tanyanya tak yakin

“masa bodohlah”jawab Azis, matanya merah karna mimpi indahnya digegerkan oleh suara anak anak yang berlarian seperti kuda. Riuh sekali malam itu. dan tak berapa lama kemudian tubuhnya diguncang guncang oleh teman sekamarnya seperti bantal guling. Dan ia sama sekali tak menyukainya.

“biasanya antum kan suka misteri”Adiya, anak tinggi berkulit putih yang suaranya bagus sekali dalam mengaji dan menyanyi. Bertutur. Ia melihat Azis yang matanya semerah delima. Beberapa kali matanya kedap-kedip seperti lampu rusak.

“seharusnya”jawabnya. dan anak itu melanjutkan”tapi kalau begini caranya, lebih baik nggak usah main detektif-detektifan deh. Nanti kasihan Mudabbir. Nggak bisa bangunin kita saat shubuh”

“Zis, ada orang yang mati lho”Arief coba memancing perhatiannya.

“ya, dan pastinya, Pembunuhnya pasti keterlaluan, sampai dia nggak peduli kalau kita dikumpulkan jam satu malam....Anzuru, nama antum disebut”

Anzuru segera memasuki kamar dan menaruh kunci dilemarinya. Begitulah yang terjadi malam itu. Satu persatu santri memasuki kamar dan menaruh kunci dilemari. Sebentar lagi, bagian keamanan dan polisi akan masuk dan memeriksa. Mencari barang yang bisa menjadi barang bukti.

“Anzuru, antum bilang dia dibunuh pake jangka?”

Anzuru mengangguk.

“kalau begitu, bisa jadi pembunuhnya bukan anak pondok. Karna, sedikit--bahkan nggak ada  anak pondok--yang bawa jangka. Kecuali...mungkin bagian kesenian. Tapi...”

“tapi apa?”Arief mendesak

“entahlah, aku juga nggak tahu”

“terus?”tanya Adiya

“saat ini, kita lebih baik mempercepat pemeriksaan ini, aku nggak tahu siapa pelakunya, tapi besok, kita bisa berpikir lebih cepat dan sistematis. Kita akan kumpul dimusholla besok sore. Berhubung besok kita libur. Kita bisa bebas berpikir. Ingat, hari senin kita puasa. GPS akan menemukan siapa pelakunya. Aku yakin itu”katanya kelewat optimis

Teman-temannya menatap dengan pandangan ragu, sementara jauh diatas sana, para awan  tak peduli dan mulai berlalu.

Lllll

Pemeriksaan malam tadi tak memberikan ia petunjuk. Sama sekali tidak. Tak ada ditemukan barang bukti satupun. Berarti, Pembunuhnya bukan dari kalangan santri. Melainkan orang luar. Mada juga melakukan cross check kepada santri santri juga ustad. Namun tak satupun yang memberikannya hasil yang memuaskan. Malam itu adalah malam setelah pensi. Banyak sekali orang luar yang masuk pondok sebagai pedagang juga sebagai penonton. Jika itu terjadi. Maka berarti pembunuhnya satu dari sekian orang yang masuk pondok itu. Namun siapa? Itu adalah pertanyaan selanjutnya.

Inspektur Mada menatap foto serta berkas-berkas dihadapan mejanya. Jam telah menunjukkan pukul tiga dinihari. Dihadapannya juga terletak sebuah agenda yang terkena darah. Tak hanya itu, sebuah koran juga terletak begitu saja. Dan tepat disamping koran, terdapat secangkir kopi yang kini tinggal ampasnya.

Koran itu adalah koran tiga tahun yang lalu. Mada Segera menyuruh Jasanda untuk mencarikan koran yang bisa mendekatkan dia kepada pelaku pembunuhan ini. Namun ia tidak dapat menemukan satu petunjuk pun. Koran itu terletak dengan judul besar diatas meja.

Anak SD kemah, satu anak menghilang

Hujan yang gerimis tak menyurutkan semangat mereka untuk tetap berkemah di hutan. Mereka  memang mendapatkan izin, namun tak ada yang bisa menolak bencana yang ada, Aratul Fitriani, dinyatakan hilang.

“Tanahnya rapuh dan ia jatuh dari tebing”kata Andar melapor, selaku temannya kemah. Tim Sar segera mencari korban, namun badai tadi malam telah menyebabkan kesulitan yang sangat mengerikan”pohon-pohon tumbang, air kotor labuh, sulit mencari korbannya”kata Heru Wijayanto selaku ketua Tim SAR setempat. Pencarian masih dilakukan bersama….

Mada mengesampingkan Koran itu, mengambil Koran yang lain, keluaran tiga hari setelah hilangnya Arah. Sebelum membaca, diraihnya rokok lalu dihisapnya pelan, ditaruhnya kembali dan dibacanya Koran tersebut.

Hilangnya Khanza yang misterius

Belum kasus Aratul Fitriani terpecahkan lagi-lagi kasus kehilangan menggempar kepolisian. Kali ini, anak yang bernama Khanza Ridwani dinyatakan hilang oleh keluarganya. Ayahnya, Ridwan. Mengatakan kalau anaknya pergi pada pagi hari dan tidak pulang-pulang sampai malam. Semua keluarga telah dikontak namun tidak ada yang memberikan kepastian, begitu pula teman-temannya.

Andar, sebagai teman dekatnya yang tersangka kasus kemarin juga tidak bisa memberikan kepastian. Kasus ini sedang diselidiki dan keluarga juga mencari Khanza ke tempat-tempat yang sering dikunjungi. Namun sampai saat ini, belum ada keterangan berlanjut.

Khanza sudah mati. Dia pasti sudah mati. Pikir Mada, menyesap rokoknya sekali lagi, menghembuskan napasnya yang seperti naga menuju ruangannya. Asap itu menjelma seperti roh, pudar dan hilang.

“Andar....apa dia akan dibunuh juga?”Mada bertanya dalam hatinya dengan bimbang. Karna jika motif pembunuhan ini adalah dendam kesumat. Maka bisa jadi pelakunya adalah salah satu dari keluarga Khanza Anshori atau Aratul Fitriani. Karna kedua anak itu dinyatakan hilang disaat mereka kemah. tiga tahun lalu, melakukan perkemahan yang agak beresiko ketika musim hujan.  Arah dilaporkan jatuh dari tebing lalu terseret arus, sementara Khanza dinyatakan hilang.

Lalu kedua anak itu, Tak pernah ditemukan.

Namun jika pembunuhan ini benar benar kebetulan. Maka itu tak jadi soal. Akan tetapi, siapa yang akan melakukan pembunuhan kepada anak kecil tak berdosa pada jam 12 malam? Juga, pembunuhnya tak menggunakan pisau, tak juga menggunakan gunting. Tapi pembunuh itu membunuh dengan jangka. Dan selama Mada menjabat sebagai inspektur. Membunuh dengan jangka adalah tingkat pembunuh yang sadis. Tak lain, dia kini berhadapan dengan seorang psikopat.

Mada membalik balik halaman agenda, menemukan banyak sekali tulisan dengan kata sandi morse juga rumput. Tak semua suka pramuka, Mada yakin akan hal itu, karna pada pandangan manusia, pramuka hanyalah tepuk tangan tepuk dada tak jelas sembari berteriak seperti kera-kera Papua. Jarang ada yang mengetahui pramuka sesungguhnya, jarang sekali. Bahkan Mada ragu santri-santri ini menyukai pramuka, pasti ada beberapa yang benar benar suka, yang lainnya, sudah tentu mengikuti aturan yang ada.

Mengapa anak ini menggunakan sandi rumput dalam menulis agenda? Sudah jelas, ada sesuatu yang disembunyikan anak ini karna ia tak ingin agendanya dibaca orang lain, sesuatu yang begitu rahasia.

Dear Diary, Aku dan Andar pergi ke pasar rabu ini untuk mencukur rambut. Dalam perjalanan, aku melihat anak putri menengokkan kepalanya dari atas asrama mereka, tempat mereka menjemur pakaian. Andar tersenyum bangga seolah anak putri itu datang hanya untuk menengoknya, lupa kalau ada aku dibelakangnya.

Andar suka sama perempuan, dia Playboy, sudah banyak sekali pacar yang ia putusin namun ia tak kapok juga, teman-temanku menganggap kalau Andar adalah malaiakat berhati iblis, sementara Tony, temanku yang satuan adalah iblis berhati malaikat. Ini semua gara gara Andar adalah anak yang ganteng putih, dan Tony adalah anak yang sebenarnya cukup ganteng, tapi item. Bukan berarti aku gigolo ya! Eh, tunggu, apa itu Khanza? Sepertinya bukan. Aku sering memikirkan anak itu sekarang, padahal dulu aku sering bertukar sandi dengan anak itu, ah, andai ia masih ada disin, aku pasti saling tantang sandii. Itu saja agenda malam, ini, sampai jumpa!

Mada membuka lembaran lain, membaca sandi morse yang ditulis anak itu.

Aku dapat laporan dari adik kelasku kalau ada yang memata-matai aku dari kejauhan, kata mereka, itu adalah anak putri. Siapa ya, anak putri itu, apa yang ia sukai dariku? Kata adik kelasku itu, dia akan memberikan hadiah apabila memata-mataiku, apa yang aku suka, apa yang sering aku lakukan. Dia disuruh memata mataiku dua puluh empat jam. Hal itu membuatku ingin bertemu dengannya. Tapi kapan lagi anak itu bertemu ya? Hmmm, kok aku jadi gini ya. Dasar perempuan! Tapi rasanya ada sesuatu yang tumbuh dalam hatiku, seolah bunga yang memekar, jarang ada yang suka sama aku walau aku anak scout inti, dan walau dalam beberapa hal kami bekerja sama dengan anak putri, aku tak pernah merasakan hal yang seperti ini, seolah gadis itu pernah bersama denganku untuk waktu yang lama. Duh, aku suka dia nih, siapa pengagum dalam diam itu?

Mada menyalakan rokoknya, melepas udara penuh asap kelangit-langit ruangan, kakinya disilangkan, dihisapnya rokok itu lalu dihembuskannya kelangit langit ruangan untuk kali keberapa mungkin. Mada meletakkan rokok, melepasnya diatas asbak dan membuka lembaran yang lain, kali ini, dengan kode rumput.

Aku memegang tangan Khanza, dan Khanza memegang tanganku juga. Namun aku melepasnya, Khanza jatuh, dan ketika ia jatuh, aku terbangun jam 4 dini hari. Kala itu dinginnya minta ampun, apalagi diluar hujan deras sekali. Mungkin, hanya aku yang bangun pada malam penuh kengerian ini. Tapi tak apa, aku segera menarik selimut, mencoba tidur walau sulit, Khanza, kuharap ia ada disampingku saat ini, sayangnya dia sudah pergi lebih dulu dariku.

Oh, tadi pagi, Sandy datang kepadaku untuk menawarkan buah buahan, dia mengeluarkan belati yang bagus sekali untuk mengupas buah, katanya, belati itu adalah belati kesukaannya, disana juga ada Andar yang sedang membaca agenda dari anak putri, kudengar, putri melemparnya dari mobil sampah saat lewat pada jam dua belas malam.

Saat kutanya Tony, dia bilang kalau Andar janjian sama anak putri, jadi mereka membuat izin agar bisa piket malam disaat yang sama, aku tak tahu bagaimana caranya, yang jelas, hal itu membuatku teringat sama secret admire-ku. Namanya Suryani.

Sementara lembaran-lembaran itu dibuka, rokok yang ia taruh di asbak itu mulai terkikis perlahan-lahan. Hal itu membuat Mada segera menghisap rokok itu dan menghembuskannya lagi, menatap jam yang terus bergerak dan kembali membaca agenda yang ada ditangannya.

Hai Diary, Aku dan Suryani akan melakukan hal yang selalu dilakukan santri yang kasmaran pada umumnya. Yaitu melempar agenda, maka aku lemparkan agendaku kesebelah tembok, tapi sebelum itu kulakukan, sudah jelas kalau aku melihat kiri dan kanan, adakah ustad atau bagian keamanan yang suka membawa gunting? Nggak ada! Lanjut terus!

“Dasar! Tidak lihat negaramu hancur kamu malah asik-asiknya ngirim agenda”Mada menggerutu, namun dibacanya terus agenda itu, tak ada yang menarik, tak ada yang mengarahkan Mada ke pembunuhan itu, hanya ada ada kisah kasmaran tak jelas dua insan dengan agenda konyolnya. Suryani si anak putri bersama Edwin yang pada akhirnya terbunuh. Kisah cinta memang selalu berakhir tragis, Layla dan Qays berakhir gila, Romeo dan Juliet berakhir terbunuh. Mada membuka lembaran agenda yang lain, namun dalam agenda itu, seringkali Edwin menyebut Khanza. Berkali kali, selain hal itu, Edwin menulis kegiatannya di pondok, tentang pramuka, Tentang latihan pidato, juga tentang kebersamannya dengan kawan-kawan yang lain, sementara lembaran-lembaran yang lain hanya berisi kisah kasmaran dua insan yang tak ada gunanya. Saling lempar agenda, huh! Mada tersenyum sendiri. Namun rautnya tiba tiba berubah ketika dia menemukan sebuah sandi rumput yang mendekatkan dia ke pelakunya.

Khanza masih hidup, aku yakin itu. Koran bohong kalau dia hilang. Memang tak ada yang tahu keadaan Fitri dan Khanza, malam itu hujan lebat, polisi tak menemukan Fitri yang jatuh di tebing. Kata mereka, Fitri kebawa arus sungai. Sementara Khanza, kami tak pernah tahu dia dimana, saat Fitri jatuh, dia masih sama kami, tapi saat kami balik kerumah pohon, tak ada Khanza. Dirumah pohon hanya ada Tony dan si pintar gambar itu. Mungkin Khanza turun cari Fitri, tapi, tak ada kabar. aku nggak tahu apakah Khanza juga keseret arus atau nggak, tapi kuyakin nggak, Khanza masih hidup, aku yakin itu!

Khanza belakangan datang ke mimpiku, aku takut, dia kayaknya marah. Dia masih hidup, Khanza masih hidup! Tapi saat kuceritakan sama Andar, dia marah dan Tony mengepalkan tangan, apalagi Sandy, dia seolah ingin bunuh aku pake belati buahnya. Aku ingin cari tahu dimana Khanza, khanza masih hidup!  jika Khanza turun untuk menyelamatkan Fitri, bisa jadi dia ikut kebawa arus, atau mengejar Fitri yang kebawa arus. Atau mungkin seperti Fitri, mati dimakan…ah nggak, Khanza masih hidup. Aku yakin itu.

Mada membalik halamannya

Dear diary.

Suryani pindah. Aku nggak tahu hal itu sebelumnya, padahal, kita udah janjian mau ketemuan saat libur besok sambil bukber. Aku jadi merasa galau, aku masih ingat apa yang dilakukan kawan kawanku dengan agenda itu. Aduh, aku jadi kehilangan Suryani, aku kehilangan kontak dengannya.

Hari ini aku kumpul di musholla sama anak GPS, anak-anak ini lagi puasa sunnah, sebuah ritual umum bagi mereka. Aku ceritakan sama si ca’ Adiya, kakak kelasku karna dia anak pramuka.

“kenapa nggak cari aja facebooknya?”kata si Azis yang lagi baca novel

Oh ya ya? Kenapa nggak cari aja facebooknya?

Mada membalik halaman lagi

Kenangan usang yang datang mengejar

Aku berlari tak kaharuan

Mimpi datang, oh mimpi burukku

Sementara cerita usang terlupakan

Setiap orang kuabaikan

Habislah cerita lama, hanya ada satu lagu

Kamu.

Dan kenangan lama yang menghantui

Mada menghembuskan napas kesal, dihadapannya kini ada gambar yang tak sempat diselesaikan, gagak, gambarnya burung gagak dengan mata putih bersih. Sebagiannya terkena darah yang telah kering, menutup sebagian gambaran tersebut.

“Khanza….”Mada mengambil foto yang terletak diatas meja, ditatapnya foto anak yang dengan pose tersenyum itu. Ditaruhnya kembali, tak tahu ia mati atau tidak, tak ada keterangan yang jelas. Hidup dan mati, pikir Mada, memang sesuatu yang misteri.


Next Episode

Posting Komentar untuk "Santri Killer Part III : Breaking News!"