Santri Killer Part V : Dugaan sementara
Dugaan sementara
Hari senin tiba dengan cepatnya dan tak ada kemajuan
yang berarti. Hari ini masuk kelas dan guru ada rapat mendadak, Adiya duduk
bersandar pada dinding kelas dan membaca buku tentang motivasi. Soal kematian
Edwin mulai dilupakan karna banyaknya kegiatan, tapi kelas 2 D tempatnya
meninggal itu masih digarisi pita kuning bertuliskan dilarang melintas. Polisi
masih mengecek siapa pelakunya namun tak ada barang bukti yang jelas. Sama
sekali tak ada, jejak yang ada didalam kelas itu adalah Sky Way ukuran 9. Hal itu membuat santri ditidung menjadi pelaku.
Di lain tempat, disebuah kelas tanpa kursi, duduklah anak-anak yang sedang
menahan perut dari godaan makanan yang ada dimana-mana. Haus datang laksana
putri raja mencari kekasih namun tak ada guna, mereka masih bertekad menunggu
azan maghrib yang tinggal berjam-jam lagi.
“guru rapat, mungkin ngebahas keamanan pondok”Arief
melihat kepada buku mini bewarna merah yang dibawa Azis, disana tertulis:
Nama; Edwin Gimantaka
Waktu dan Tempat meninggal; kelas 2 D, sekitar jam
12.00-12.30
Sebab; ditusuk tengkuknya pake Jangka
Kronologi; saat itu gerimis, Fikri dan Rahman lagi
bolis dan saat jalan dikoridor, mereka menginjak darah Edwin yang mengental.
Mereka teriak, ustad datang, santri dikumpulin. Pemeriksaan.
“serius zis?”tanya Arief”apa maksudnya?”
“jadi gini, pentas seni berakhir jam 12 tepat, dan
Edwin, seperti yang kita ketahui adalah anak yang suka kekelas dan menulis
disana. Karna kita satu rayon yaitu rayon Indonesia, maka kita sering tahu
kalau si Edwin nggak ikut kumpul, anggaplah pengabsenan malam jam 10 tepat
ketika jaros tidur, dan ini saat pentas seni, dagang-dagang pergi jelas setelah
jam 12 tepat sampai jam 12.30, berarti..”
“pelakunya bukan anak pondok!”pekik Arief
“benar, karna, gimanapaun caranya, pasti si pembunuh
ini datang terus tusukin jangka kepada Edwin lalu kabur, tapi masalahnya,
seharusnya si Edwin berteriak keras kalau yang datang adalah seseorang seperti
pedagang, karna Edwin nggak mengenalnya, jadi…”
“jadi pelakunya orang luar yang Edwin kenal!”Adiya
menurunkan buku motivasinya dan masuk kedalam pembicaraan. Febry mendelik
kepada Yazid yang sedang berpikir. Umar sedang memegang buku catatan
matematikanya ketika hal itu berlangsung dan Anzuru hanya diam menyimak.
“masalahnya siapa? Okay, Pentas seni adalah tempat
kawan-kawan kita datang untuk melihat kita tampil, masalahnya, siapa yang
membuat Edwin terkejut. Itu inti permasalahannya, bisa jadi Edwin terkejut ketika
pedagang itu datang, tapi, bagaimana mungkin pedagang berani melakukan hal itu,
pasti ada pedagang juga disamping mereka, pedagang yang belum pulang”
“gimana kalau pedagang itu sendirian?”Febry bertanya
namun memberikan teori baru”oke, jadi bagaiamana kalau begini, anggap saja jam
12 tepat acara selesai, nah, setelah itu, Edwin datang kekelas, menulis disana,
tapi ada yang kita lupa, ketika ada acara besar kayak Pentas seni, yang belum
tidur adalah….kelas enam, karna ini acara mereka…”
“berarti pelakunya salah satu dari kakak kelas
enam!”kata Anzuru hampir berteriak”dan yang punya jangka, sudah jelas, bagian
kesenian!”
“tapi bagaimana kalau salah satu dari bagian OSNH itu
menggosop jangka terus menggunakannya untuk membunuh Edwin?”
Hening. Senyap datang sementara otak bekerja seperti
mesin, semua anak GPS berpikir keras, bagaiamana itu bisa terjadi? Apa yang
membuat Edwin meninggal dengan wajah terkejut? Seseorang yang Edwin kenal,
sudah jelas, namun siapa? Banyak yang Edwin kenal, Edwin kenal Adiya, kenal
Febry, kenal Anzuru, kenal Arief, kenal..Andar.
“Andar!”ucap Adiya
“nggak, belum bisa kesana, oke, Andar dimana waktu
itu, Andar dimana jam 12?”tanya Febry serius
“jadi gini”Arief mencondongkan tubuhnya”jadi saat itu,
Andar sedang berada di atas dapur, itu yang kudengar dari anak-anak Madinah…
“Arief berkata sambil berbisik, seolah bila informasi itu bocor maka akan
terjadi kiamat kubra, lalu ia melanjutkan”nggak pernah ada yang tahu apa yang
ia lakuin disana”
Ada jeda beberapa detik sebelum Umar berkata”tapi apa
mungkin dia pelakunya? Kalau dia jalan dari dapur ke kelas bisa menghabiskan
waktu sekitar 4 menit 34 detik”otak matematikanya mulai bekerja”memang dia bisa
jadi pelakunya, tapi apa dia? Edwin adalah kawan deketnya, ya kan?”
“ya, memang”bilang Arief innocent”tapi hanya Andar yang tahu kelakuan si Edwin””
“bagaimana kalau ada yang lain?”
“terus siapa yang lain?”suara Arief meninggi dan Umar
diam berpikir. Jeda lagi beberapa detik sebelum Anzuru ikut kedalam percakapan.
“begini saja, kan saat setelah acara, kelas 6 kumpul,
dan memang tukang jual ini dan itu pulang. Tapi kita harus ingat, ada lulusan
yang datang sampe jam satu-an”
“oh iya! Tapi mereka kan juga diperiksa!”kata Adiya
cepat
“sekarang tersangkanya makin banyak!”panik Azis”kalau
gini, kita nggak akan temu’in siapa pelakunya, terlalu banyak yang jadi
tersangka, bagian kesenian, OSNH, ustad, tamu, tukang dagang, Andar and the
geng. Semuanya jadi tersangka, kita nggak punya barang bukti yang kuat untuk
menuduh, untuk menyalahkan, kita butuh data! Itu yang kita butuhkan! Dan kita
nggak punya selain…”Azis menatap tulisan di buku mini milknya”…selain ini”
“lasingan ngapain kita debatin ginian, entar polisi
yang urus, Seharusnya kita hafal muthala’ah aja”bilang Umar memberikan usulan
yang sama sekali tak diterima Arief.
“ya udah, hafalin aja, kami akan diskusi”
“udah udah, nggak usah berantem”sergah Febry”udah
jaros keluar main, nggak kalian keluar?”Febry merapikan buku hendak keluar
kelas. Namun pertanyaannya itu menggema keruangan kelas yang dicat bewarna
kuning krim. Dulu kelas ini adalah asrama bernama Sholahudin. asrama mereka
dipindahkan ke asrama baru bernama Indonesia. Di kelas ini, hanya ada papan
putih berisi catatan pelajaran yang lalu, ada noda karna penghapus tak sanggup
menghapusnya, dikelas ini, tak ada kursi, yang ada hanya lantai keramik dingin
tempat mereka bersila atau mengistirahatkan diri. Selain itu, tak ada. Mungkin
beginilah cara pondok mendidikkan pelajaran kepada mereka, pendidikan, yang
dimana sekolah lain tak memilikinya. Tak ada yang boleh mengeluh karna mereka
tahu, mengeluh tak akan bisa menghilangkan masalah, mengeluh hanya untuk
orang-orang yang pemalas.
Lllll
Tony masih menggambar pada kelasnya yang sepi, diatas
meja, buku gambarnya dicoret-coret pelan dengan goresan pensil hitam yang
membuat animasi serasa hidup. Namun ia tak melihat sebuah bayangan mendekat.
Langkah orang itu satu-dua datang perlahan, sebelum Tony benar-benar
menyelesaikan gambarnya, ia mengangkat wajah.
Azis.
“apa yang kamu lakukan, seharusnya kamu nggak
sendirian, kamu nggak inget kejadian kemarin malam?”
“hmm, ya aku tahu, tapi aku nggak kayak Edwin, aku
bisa menjaga diri”
“hanya karna antum pernah ikut gymnastic dan perbara,
bukan berarti antum bisa ngeremehin semuanya”
“ya, aku tahu”
“gambar antum bagus”
“makasih, mau?”
“beneran?”
“ya”
“suatu saat, antum akan tahu kenapa”
Katanya sembari berdiri dan keluar kelas tanpa sebab.
Azis diam ditempat dan melihat punggung anak itu hilang dibalik pintu kelas
yang tak ada pintunya. Sementara itu, Azis akhirnya beranjak pergi meninggalkan
kelas itu juga. Membawa sebuah gambar yang tak ia mengerti. Namun gambar itu
adalah jalan untuk ia menemukan siapa pelaku pembunuhan Edwin. Yang ia butuhkan
adalah waktu yang tepat agar semua terjadi dengan semestinya.

Posting Komentar untuk "Santri Killer Part V : Dugaan sementara"