Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tuhan, Sebentar Saja, Aku Ingin Mati

Tuhan, Sebentar Saja, Aku Ingin Mati 

Belakangan ini tidak ada hal yang kupikirkan selain mati, aku membayangkan diriku terlepas dari belenggu dunia, mati, hilang, dan terlupakan. Akan tetapi jika aku mengatakan ini kepada orang lain, orang-orang akan mencegahku, mulai menakutiku dengan panasnya api neraka, menakutiku bagaimana suatu saat nanti aku bukanlah seorang hamba yang bersyukur atas karunia-Nya.

Tapi jujur aku lelah, aku lelah dengan kehidupan dunia, aku merasa dunia ini begitu stagnan sehinga aku tidak ubahnya air yang semakin lama semakin mengeruh. Aku rusak, aku busuk, namun aku menyadari bahwa ini hanya satu dari sekian momentum yang harus aku jalani, dan aku merasa diriku hancur dan ingin diperbaiki.

Aku tidak lagi dapat merasakan apapun, ucapan sayang bahkan terasa hampa, duniaku semakin gulita sampai aku berpikir bahwa mungkin jika aku menelan sebutir ganja maka duniaku akan berubah selamanya. Akan tetapi, tidak. Aku tidak ingin menelan pil itu, aku ingin menemukan pelangi dengan caraku sendiri.

Aku percaya mungkin setiap manusia pernah merasakan momen ini, merasa hampa, seolah kau tidak memijaki bumi akan tetapi berada pada luar angkasa, mengambang semakin jauh, jauh dan menghilang diantara galaksi-galaksi.

Dan kini, aku merasakannya.

Jika kau membuka media massa atau bertanya pada orang-orang, mungkin mereka akan berkata bahwa semestinya aku keluar dari kamar sengak ini, cobalah mendaki gunung, turunlah ke sungai, menyatulah bersama air terjun. Akan tetapi aku tidak mau, entahlah, aku sendiri tidak pernah mengerti bagaimana diriku bersikap, atau mungkin selama ini aku tidak pernah mensyukuri eksistensi diriku sendiri. Aku hampa, atau mungkin sebenarnya selama ini aku tidak pernah hidup di Bumi, jiwaku sebenarnya melayang-layang diantara satu galaksi ke galaksi yang lain, aku lelah, aku ingin istirahat, aku ingin mati, aku ingin bunuh diri.

Aku juga kerapkali bertanya pada diriku sendiri, sebenarnya apa sih yang kamu cari? Sebenarnya mau kamu apa? Dan jawaban itu hanya dijawab dengan gelengan kepala, sebab selama ini aku tidak pernah mengetahui apa yang selama ini aku mau, pertanyaan itu menggantung pada langit-langit kamarku dan menjelma palu besi, pada suatu waktu, dia terjun dan menimpa kepalaku, membuatku pening dan pingsan oleh pertanyaan yang sama.

Aku mungkin ingin bernapas dengan baik dan benar, atau mungkin aku menginginkan suatu hal yang lain. Mungkin aku butuh cinta, akan tetapi aku menyadari bahwa sudah lama hati ini gak utuh lagi, kadang ia dipenuhi kegamangan, seolah tidak berdetak, seolah tidak pernah ada.

Aku sayang sama seseorang, dan akan tetapi aku menjadi curiga dan ambigu dan mempertanyakan arti rasa sayang itu sendiri. Seolah..seolah bukan, seolah hatiku menginginkan yang lebih, akan tetapi bahkan hatiku tidak tahu itu apa.

Mungkin nafsumu terlalu besar…mungkin, mungkin nafsuku terlalu besar. Aku ingin memiliki banyak hal namun ushaku belum maksimal, aku ingin terbang dengan sayap yang kuciptakan sendiri akan tetapi lupa bahwa selama ini sayap-sayap itu telah hancur dan remuk. Rasa untuk hidup, gairah untuk bertahan kian memudar, lalu lenyap bersama waktu.

Jika aku tidur malam ini apakah hari esok akan berbeda? Apakah hari esok lebih indah dari hari ini? Apakah hari esok rasa itu akan muncul kembali? Apakah esok aku akan dipeluk pelangi? Mungkin aku terlalu banyak berpikir, akan tetapi aku bahkan tidak bisa berhenti memikirkan hal ini, aku capek, aku lelah, aku ingin berhenti.

Ah rumah, kau tidak lagi nyaman untuk aku tempati, maafkan aku, mungkin suatu saat nanti aku akan pergi jauh darimu, mungkin rumah ini akan sama seperti hatiku, kosong, tidak ada apapun, tidak ada rasa, hanya ada sebuah tempat yang orang sebut rumah.

Akan tetapi aku tidak ingin itu terjadi, cukuplah hatiku yang kosong, rumah ini jangan, biarkan dia diisi dengan cerita-cerita baru yang entah indah atau pahit, yang penting ada. Eksistensi rumah ini biarlah menjadi cerita, sementara aku, biarkan aku menjadi manusia tanpa hati, kosong, hati yang tidak pernah diisi oleh apapun maupun siapapun. Kosong.

Aku sebenarnya tidak tahu harus menulis apa, hanya ingin menulis kisah ini disini, entah kalian hanya menjadi pembaca yang hanya melihat, atau mungkin berkomentar sepatah dua patah kata, aku tidak lagi peduli. Aku hanya ingin bebas, jiwaku terbang diantara galaksi-galaksi, dan lenyap bersama hatiku yang tidak lagi terisi. 

Tuhan, Sebentar Saja, Aku Ingin Mati
Image by Leroy Skaltad/Pixabay


Baca Juga : Sebuah Hikayah Dari Tuhan Yang Egois 

Baca Juga : Download Buku Joostein Gaarder, Dunia Sophie 

Posting Komentar untuk "Tuhan, Sebentar Saja, Aku Ingin Mati"