Bambu dan Metafora Permasalahan Umat Manusia
Bambu dan Metafora Permasalahan Umat Manusia
Bambu adalah tumbuhan berbunga
menahun hijau abadi dari subfamili Bambusoideae, dan termasuk famili Poaceae.
Nama lain dari pohon ini adalah buluh, aur, dan eru. Di dunia ini bambu
merupakan salah satu tanaman dengan pertumbuhan paling cepat sebab memiliki sistem
rhizoma-dependen yang unik, dalam sehari bambu dapat tumbuh sepanjang 60 cm (24
Inchi) dan bahkan lebih, tergantung pada kondisi tanah dan klimatologi tempat
ia ditanam[1].
Bambu seperti yang kita ketahui
adalah pohon yang berbentuk silinder panjang dan tinggi seperti gedung pencakar
langit, pohon ini juga salah satu pohon yang melengkapi kehidupan manusia
semenjak dulu karena menjadi bagian dari sejarah dan budaya.
Sampai saat ini, kita dapat
menyaksikan dengan pasti berapa banyak kerajinan yang terbuat dari bambu dan
bahkan ada yang sampai bernilai jutaan ketika diekspor karena keestetikannya.
Orang-orang desa tentunya tidak
akan pernah asing dengan pohon bambu karena secara tidak langsung pohon inilah
yang menjadi penopang kehidupan mereka, bahkan kebanyakan orang desa juga
menggunakan keranda yang terbuat dari bambu ketika membawa jenazah menuju tempat
terakhirnya.
Hikayah pohon bambu dan manusia
tentu tidak akan dapat dilepaskan karena telah menyatu dengan sejarah dan terus
berkembang sampai pohon tersebut tidak ada lagi atau punah. Namun yang jelas, manusia
dan pohon bambu tidak akan pernah terlepas dari peran mereka yang membangun
sejarah peradaban kini.
Namun jika kita melihat dari sudut
pandang yang lainnya, kita dapat melihat perumpamaan dari sebuah pohon bambu
terkait tentang permasalahan kemanusiaan yang terjadi saat ini. Jika kita
melihat lebih jeli, sebenarnya pola hidup pohon bambu sama dengan pola hidup
sosiologis manusia yang tidak baik-baik saja.
Pohon bambu seperti yang kita
ketahui terdiri dari dua tipe pohon, yang satu adalah pohon yang memanjang
sampai ke langit, yang satu adalah pohon bambu yang bengkok sehingga jarang
dijadikan barang kerajinan.
Pohon bambu yang lurus kerapkali
kita potong dan jadikan bahan kerajinan, kasau, bahkan pagar. Pohon bambu yang
lurus juga menjadi senjata ketika terdapat perang di Indonesia, namun bagaimana
dengan bambu yang bengkok? Mereka terkadang tidak dipedulikan, tetap berdiri
dan tidak digunakan sampai ia menua seutuhnya ditempat semula.
Secara metafora, kita dapat
melihat pohon bambu seperti kehidupan manusia dimana bambu adalah manusia yang
kerap dibutuhkan ketika mereka dibutuhkan, sementara manusia-manusia yang
bengkok cenderung tidak dipedulikan sehingga mereka tetap diam pada ‘kebengkokannya’,
manusia-manusia bengkok pada akhirnya hidup untuk menjadi bagian dari kehidupan
yang berjalan, namun tidak pernah benar-benar memiliki peran yang berarti.
Dan kita pun terkadang menjadi
bagian yang membuat pohon (manusia) tersebut terus bengkok, karena apa? Karena stigma
kita. Bukankah kita yang langsung men-judge orang-orang yang tidak sebaya kita
menjadi orang yang buruk? Kita menjudge preman adalah orang yang jahat tanpa
pernah peduli mengapa mereka menjadi seperti itu. Kita men-judge orang yang
masuk penjara dengan jahat sehingga pada akhirnya mereka terdiskriminasi dari
kehidupan, menjadi terasing sampai mereka menemukan tempat yang membuat nyaman,
yaitu penjara.
Kita pada akhirnya melemparkan
vonis-vonis kita pada mereka yang seharusnya dapat kita rengkuh, namun kita
malah berbuat sebaliknya, mereka kita buatkan stigma sampai mereka tidak ubahnya
rusa diantara hutan-hutan yang terbakar, mereka tidak tahu harus kemana kecuali
lembah-lembah gelap dimana semua keburukan ada disana, menyatu bersama serigala
dengan pandangan yang sama.
Pohon bambu yang bengkok adalah
cerminan untuk kita bahwa kita acapkali tidak peduli dengan orang lain dan membiarkan
stigma kita mengambil alih segalanya, bahkan di dunia ini, kerap kali kita pada
akhirnya melihat pohon bambu yang lurus mati terlebih dahulu dibandingkan pohon
bambu yang bengkok, seolah menjadi pemberitahuan bahwa mereka yang bengkok
memiliki waktu yang lebih lama untuk bertobat, namun pada akhirnya, mereka
tetap bengkok sampai mati akibat tidak ada yang pernah peduli.
Posting Komentar untuk "Bambu dan Metafora Permasalahan Umat Manusia"