Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia Yang Ingin Mengenal-Mu Tanpa Ingin Melalui-Mu

 

Manusia Yang Ingin Mengenal-Mu Tanpa Ingin Melalui-Mu

Aku adalah manusia yang mempercayai bahwa bangsaku adalah makhluk yang serakah. Tepatnya adalah bahwa kami adalah makhluk serakah yang konyol, kendati kami manusia, kami tidak pernah menjadi manusia jika terlalu berambisi mendapatkan apa yang kami inginkan.

Bagaimana Cara Menemukan Tuhan?
Image dari Couleur/Pixabay

Aku dan manusia lainnya juga lucu, kami percaya akan adanya Tuhan, suatu (bukan makhluk, bukan dzat, bukan energi) yang mengatur kami semua. Kami mempercayai bahwa detak jantung kami adalah atas rahmat-Nya, setiap helaan napas yang kami miliki berasal dari rasa cinta-Nya kepada kami. Kami bahkan mempercayai bahwa setiap inchi apapun di dunia diciptakan oleh-Nya atas rahmat yang dianugerahkan kepada kami.

Tidak hanya itu, kami bahkan mempercayai bahwasanya Dia telah mengatur apapun di alam semesta, Dia telah mengatur rezeki untuk kami serta keajaiban-keajaiban yang selama ini kami dapatkan di Bumi. Itulah pula yang mendasari kami menciptakan banyak nama untuk mengagung-agungkan diri-Nya, dari Yang Maha Esa, Yang Maha Kaya, Yang Maha Baik, Yang Maha Adil, Yang Maha Memberi Ketenangan, Yang Maha Memberi Rezeki, dan nama-nama agung lainnya yang hanya pantas didapatkan-Nya.

Akan tetapi manusia memang makhluk yang lucu, atau mungkin bodoh. Mengapa? Karena kami terkadang menjauhi sang pemberi rezeki dengan dalih untuk mencari rezeki.

Aku sendiri tidak pernah tahu apakah itu bentuk penghinaan kepada Tuhan atau bukan, yang jelas itu terdengar konyol untuk otakku yang sempit.

Dan yang lebih konyol lagi, kadangkala aku juga melakukan hal yang serupa, aku tidak seperti manusia yang religius di dunia ini dimana mereka langsung menuju Tuhan mereka dan mengadu sejadi-jadinya. Biasanya aku menunggu momen yang tepat sampai aku bercerita, dan bercerita lepas tanpa ada interverensi dunia benar-benar menyenangkan, masalahku memang belum usai, namun sungguh rasanya lebih baik.

Yang menyedihkan adalah diantara manusia-manusia konyol itu, aku adalah salah satu dari mereka, pernah mencari ketenangan kesana kemari, pergi dari tempat yang satu ke tempat yang lain, bertemu dengan manusia yang satu dengan manusia yang lain, sampai lupa bahwa Yang Maha Memberi Ketenangan sebenarnya tidak pernah pergi, ia tetap menungguku untuk bercerita dan kembali kepada-Nya, namun mungkin aku terlalu egois, menganggap bahwa semua permasalahan itu bisa aku pecahkan sendiri tanpa interverensi siapapun dan apapun.

Namun bahkan aku mempercayai bahwa tangan-Nya sebenarnya ada tanpa pernah aku meminta, terkadang mendorongku untuk lebih maju kedepan, terkadang tangan itu menyapu bersih masalahku tanpa pernah aku ketahui, bukankah otak kita begitu kecil untuk mempercayai hal itu untuk terjadi?

Dan lagipula sebagai manusia, kami selalu memiliki alasan untuk bersuara, mementingkan ego kami, mengatakan kepada Tuhan bahwa kami sedang lelah, jadi untuk saat ini kami tidak bisa beribadah, atau mungkin kita juga tidak pernah mengatakan itu kepada Tuhan sebab ia tidak ubahnya tukang tambal ban yang selama ini kita datangi hanya saat kita butuh.

Sebagai manusia, Itulah lucunya kita, kita menjauhi sang pemberi rezeki untuk mencari rezeki.

Menjauhi sang pemberi ketenangan untuk mencari ketenangan.

Dan bahkan kita mencari Dia tanpa pernah mau untuk mendatangi-Nya, tanpa pernah mau untuk merasakan kehadiran-Nya. Bukankah hal itu adalah hal yang sia-sia?

Acapkali mungkin kami terlalu ambisius dalam mengejar dunia sampai melupakan hal-hal sedetail itu, atau mungkin selama ini kita menyadarinya, namun pada hakikatnya kita tidak mau tahu akan hal itu, kita membiarkan pemikiran kita jatuh pada dunia sehingga tidak pernah menjangkau ketenangan itu sendiri.

Manusia memang serakah, selalu menginginkan banyak hal di dunia ini dengan usaha yang begtu minim, kita meminta begitu banyak tanpa pernah tahu kalau kelakuan kita selama ini tidak akan pernah membawa kita menuju manapun. Kita pada akhirnya menjadi manusia yang ingin melepas dahaga dengan meminum air laut, juga adalah seekor hamster yang mengejar sepotong wortel pada lingkaran mainannya. Kita tidak pernah sampai pada tujuan itu karena selama ini kita selalu bergerak menjauh, atau mungkin selama ini kita hanya berlari pada tempatnya.

Pada hakikatnya di dunia ini ada beberapa hal yang memang tidak bisa diwujudkan, wujud materialisme dapat kita temukan pada manusia-manusia yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta dunia, wujud emosionalisme dapat kita temukan dari manusia yang membantu satu sama lain, wujud intelegensi dapat kita lihat dari diskusi dengan seseorang, dan wujud spiritualitas dapat kita lihat dari hubungan hamba dengan Tuhannya.

Kendati demikian pula dapat kita lihat bahwasanya materialisme memiliki bentuk asli, yaitu adalah harta, namun dapatkah kita menemukan bentuk asli dari spiritualitas tersebut? Dapatkah kita melihat Tuhan?

Manusia yang serakah, yang hanya ingin insanitas akan menganggap mereka yang memiliki agama tidak ubahnya manusia bodoh yang tidak pernah berpikir, dan mereka yang memiliki agama juga akan menganggap mereka yang tidak seideologi dengannya tidak ubahnya keledai yang tidak pernah berpikir.

Dalam kondisi ini manusia akan saling menyalahkan, lebih mengutarakan pembenaran melalui buku maupun berita yang mereka dapati, kendati kita juga tidak pernah tahu apakah buku itu benar atau tidak, atau apakah berita itu benar atau tidak.

Hal-hal semacam ini pada akhirnya membuat kebenaran yang asli terbiaskan oleh para penganutnya sendiri yang selalu merasa benar, hal yang mendasari mengapa banyak manusia kehilangan arah dan mengaku merasa paling benar. Mereka tidak ubahnya meteor yang menjauhi matahari, mereka menganggap bahwa diri mereka adalah satu-satunya yang paling terang di alam semesta, namun sebenarnya mereka lupa bahwasanya, mereka hanyalah salah satunya.

Ada begitu banyak jalan untuk mengenal Tuhan, untuk satu frekuensi dengan-Nya, namun aku percaya bahwasanya kita tidak akan pernah sampai kepada-Nya bila kita tidak sealur dengan ketentuan yang Dia telah tetapkan. Atau mungkin kita lebih suka menjadi meteor, merasa paling terang di galaksi yang gelap, diantara cahaya-cahaya maha raksasa lainnya.




Posting Komentar untuk "Manusia Yang Ingin Mengenal-Mu Tanpa Ingin Melalui-Mu"