Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Theis Lebih Atheis Dari Atheis Itu Sendiri

 

Ketika Theis Lebih Atheis Dari Atheis Itu Sendiri

Majunya tekhnologi telah membawa kita pda zaman dimana nilai-nilai ketuhanan mulai ditinggalkan, agama tidak lagi sakral sebab telah tercampur oleh banyak aspek duniawi dan membuatnya menjadi hal yang aneh untuk ditaati, dan yang paling parah dari hal itu adalah ketika agama telah menyatu dengan politik sehingga banyak para petinggi agama mulai menjilati kaki pemerintah sehingga agama menjadi hal yang lucu untuk kalangan orang tertentu.

Dan apa yang lebih lucu? Para theis masih mempercayai bahwa surga masih, dan hanya untuk mereka.

Ini memang kerap terjadi dimanapun, dan bahkan ketika kita berada pada jejaring media sosial kita akan menemukan para penganut agama yang lebih memberikan superior kepada pemeluk agama lain, mengatakan bahwa agama mereka salah dan akan masuk kedalam neraka, mengatakan bahwa agama kami lah yang paling benar sampai lupa bahwa setiap manusia memiliki hak untuk beragama.

Penyebaran superioritas semacam ini tentu tidak elok bila dilihat dari segi manapun karena agama bukanlah ajang untuk menyebarkan kebencian maupun ketakutan, dan kendati Tuhan adalah Yang Maha Murka, namun kita lupa bahwa Tuhan tidak mau terlihat sebagai pemarah melainkan sebagai Pengasih dan Penyayang.

Ketika Theis Lebih Atheis Dari Atheis Itu Sendiri
Source: Pixabay/Free Foto

Selain hal-hal superior yang dilontarkan para penganut agama, ironisnya adalah banyak kaum theis juga yang menyentil ayat-ayat dari kitab dan memelintirnya tanpa pernah tahu benar apa makna dari ayat-ayat tersebut, dan bahkan yang lebih parah adalah mereka terkadang mengangkat ayat maupun hadis-hadis yang ditelusuri ternyata adalah dhaif (tidak valid), hal ini tentunya membuat ketidaktentraman antara theis yang satu dengan theis yang lain, sementara atheis hanya menonton bak ada pertandingan bola Barcelona melawan Real Madrid dihadapannya.

Adanya ironi ini telah menyebabkan banyak manusia lupa bahwa isi Al-Qur’an, Bible, serta kitab-kitab yang lain melupakan bahwa kitab-kitab tidak hanya berisi tentang surga dan neraka, melainkan cara menjadi manusia.

Kealfaan mereka pada sisi ini tentunya membuat banyak yang pada akhirnya merasa ilfeel dengan agama sebab mereka yang katanya adalah rahmatan lil alamin adalah makhluk-makhluk bengis yang egois, mereka mengangkat obor tinggi-tinggi untuk membakar rumah ibadah yang lain dan menyebabkan teror atas nama agama, atas nama kedamaian? Cuh! Agama tidak mengajarkan kita untuk menjadi perusak, namun naasnya mereka malah diludahi oleh ayat mereka sendiri yang mengatakan ketika mereka diperingati saat membuat kerusakan, mereka mengatakan sesungguhnya kami sedang melakukan perbaikan.

Di Amerika semenjak fitnah pengeboman gedung WTC yang terjadi pada akhirnya menciptakan orang-orang Muslim terdriskriminasi dan disiksa di jalan-jalan New York, dan bahkan dari social eksperimen yang dilakukan disana, mereka yang menggunakan hijab maupun cadar ketika dilukai oleh pria maka orang-orang akan diam dan membiarkan itu terjadi.

Ini tentunya adalah hal yang salah sebab agama menjadi alasan kita menjadi diskriminatif terhadap orang lain dan bukan menjadi tujuan awalnya, yaitu persatuan. Padahal jika kita menilik pada sejarah, kita mendapati bahwa agama menjadi awal mula persatuan umat manusia walau diiringi oleh perperangan satu agama dengan yang lain.

Salah satu sejarahnya contohnya adalah Islam yang pada masanya telah menciptakan persatuan pada bangsa Arab. Bangsa yang kala itu adalah hobi berperang dan memiliki sifat yang jahil pada akhirnya menjadi baik, bahkan datangnya Islam pada ranah Arab telah menghilangkan diskriminasi pada ras kulit hitam, terangkatnya emansipasi wanita dengan menentangnya nabi Muhammad untuk menguburi anak perempuan, sampai membuat ranah arab yang hakikatnya bersuku-suku bar-bar menjadi harmonis, berbeda dengan sekarang yang malah terjadi sebaliknya dan bahkan membuat manusia lainnya superior dengan Islam.

Budha pun demikian, mengajarkan manusia bahwa kehidupan bukan hanya tentang duniawi melainkan kemanusiaan, namun pada akhirnya manusia lebih banyak jatuh kedalam dunia materialistik daripada nilai spiritual, mereka termabukkan akan khamr dunia yang melenakkan pikiran mereka.

Dan pada akhirnya agama tidak ubahnya sebuah karang yang terkena abrasi kian waktu karena tidak sesuai dengan perilaku penganutnya. Dan malah mereka yang tidak mengetahui benar tentang hakikat agama pada akhirnya memiliki pola pemikiran yang serupa.

Kita telah berada pada suatu titik zaman dimana uang dan kekuasaan mendikte segalanya, agama pun pada akhirnya tidak ubahnya menjadi kendaraan politik yang ditunggangi para penguasa dan membuat para penganut agamanya seumpama kuda yang hanya memandang kedepan tanpa tahu situasi apa yang ada disekelilingnya.

Apakah artikel ini mengajak anda untuk menjadi atheis? Tidak, tentu tidak. Saya hanya mengingatkan bahwa hakikatnya manusia adalah suatu ciptaan yang diberikan akal untuk berpikir dan nafsu untuk dikendalikan, namun banyak diantara kita pada akhirnya mengedepankan nafsu dalam beragama sampai lupa bahwa kita juga harus menggunakan akal kita untuk berpikir dan mengetahui Why dan What For dari hal-hal yang ada.

Hilangnya sifat kritis dari pikiran pada akhirnya membawa manusia pada arah yang salah sebab kita tidak pernah tahu siapa pemimpin kita sebenarnya, dan kita tidak ubahnya kerbau yang dicocok hidungnya kemudian diseret kesana kemari atas nama agama.

Agama bukanlah kekerasan, dan kita bukan boneka yang hanya bisa dikendalikan. Ada saatnya kita membuka otak kita lebar-lebar dan mempertanyakan apakah pemimpin kita layak untuk kita dorong atau tarik, sebab betapa banyak manusia yang pada akhirnya jatuh kelubang yang salah hanya karena pemimpinnya salah.

Dan untuk mengakhiri artikel ini, saya hanya menyampaikan bahwa fanatik dalam agama tentu boleh, namun kita jangan sampai lupa untuk kehilangan hakikat manusia dan agama, kita harus mengedepankan kemanusiaan dan melupakan nafsu-nafsu yang tidak sesuai dengan apa yang agama kita miliki.

Sebab jika tidak, theis pada akhirnya menjadi atheis yang paling atheis sebab melupakan agama ada untuk menjadi rahmatan lil alamin, sebab agama bukanlah teror ataupun penyebar ketakutan, agama juga bukanlah tentang surga dan neraka melainkan bagaimana manusia dapat menjadi satu dan rukun dengan dalih Untukmu agamamu dan untukku agamaku.


Baca Juga: TikTok, Rasisme, Dan Kemanusiaan Yang Semakin Mati

Baca Juga: Monkey Donkey, Dan Anda Adalah Salah Satunya!

Posting Komentar untuk "Ketika Theis Lebih Atheis Dari Atheis Itu Sendiri"